Archive for the ‘Sosial-Budaya’ Category

“Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung” ~Lembu Sura~

KOMPAS.com – Kalimat di atas adalah “sepatan” alias kutukan yang diucapkan Lembu Sura, tokoh legenda yang mewarnai sejarah Kabupaten Kediri di Jawa Timur. Juga, sejarah kerajaan Majapahit.

Ada beragam versi soal Lembu Sura yang berakhir dengan kutukan dan menjadi sejarah lisan kehadiran Gunung Kelud ini. Meski demikian, semua bertutur tentang cara seorang perempuan cantik menolak lamaran Lembu Sura.

Satu versi, adalah cerita dengan perempuan cantik Dewi Kilisuci yang adalah anak Jenggolo Manik. Versi lain, ini adalah kisah tentang Dyah Ayu Pusparani, putri dari Raja Brawijaya, penguasa tahta Majapahit. Ada versi-versi lain tetapi inti cerita sama.
baca selengkapnya…

Ketika Rene Descartes menyatakan cogito ergo sum di abad pertengahan, saat itulah Eropa masuk ke era modern dengan rasio dan logika sebagai metode berpikir. Mereka mulai meninggalkan berbagai hal yang irasional dan tak masuk akal. Termasuk Rusia, juga terpengaruh oleh tradisi Eropa yang berubah. Namun, di tengah perubahan tersebut, beragam hal irasional dan tak logis masih terus ada, bahkan hingga sekarang. Potret sosial yang tak bisa dihindari karena merupakan fakta sosial.

Beragam pantangan dalam masyarakat Rusia masih terus ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini selayaknya yang juga terjadi di Indonesia. Beragam mitos masih tetap hidup sampai sekarang. Inilah realitas sosial di tengah masyarakat meski dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi sudah relatif maju. Masyarakat memunyai mekanisme tersendiri untuk menjaga keseimbangan dan memahami beragam realitas yang ada. Terutama realitas yang tak dapat dicerap oleh panca indera.
baca selengkapnya…

Pekerja seks komersial (PSK) bukannya tanpa peran di dalam sejarah. Di negeri ini, mereka pernah jadi anggota partai, laskar, bahkan kata-katanya jadi alat propaganda.

BUPATI Kendal, Widya Kandi Susanti, membuat pernyataan kontroversial. Dia menganggap “Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah pahlawan keluarga, karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Dalam kondisi itu, tidak manusiawi kalau tempat pelacuran ditutup,” demikian dikutip tribunnews.com.

Seberapa besar dan penting peran PSK –yang dulu kerap disebut wanita tuna susila atau “Kupu-Kupu Malam” kata penyanyi Titiek Puspa– dalam sejarah Indonesia?

Dalam otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams, Sukarno membuktikan pentingnya peran wanita tuna susila. “Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Dalam keanggotaan PNI (Partai Nasional Indonesia) di Bandung terdapat 670 orang perempuan yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh,” kata Sukarno.
baca selengkapnya…

Kira-kira sebulan yang lalu seorang kawan menelepon memberikan informasi tentang diskusi di “Nusantara Society”. Aku pun meng-iya-kan undangan menarik dalam forum para Indonesianis di Rusia ini meski tak tahu apa tema yang akan dibahas. Pastinya menarik karena suasananya Indonesia sekali walau isinya orang-orang Rusia tulen. Tentu saja, pengantarnya gunakan Bahasa Rusia dan sering juga terdengan perbincangan pelan gunakan Bahasa Indonesia.

Aku pun langsung mencari ruangan di gedung yang cukup membingungkan ini. Ya, hanya sepelemparan batu dari Lapangan Merah di Kota Moskow yang kesohor itu. Akhirnya ketemu juga berkat bantuan Pak Sujai karena memang ruangannya cukup rumit jika dicari sendirian. Diskusi pun sudah berjalan dan aku masih bertanya-tanya tentang tema yang dibicarakan. “Ternyata tentang transliterasi Bahasa Indonesia ke Bahasa Rusia,” gumamku dalam hati.
baca selengkapnya…

Kesadaran bertanah dan mempertahankan tanahnya, dalam perspektif nasionalisme menjadi kesadaran bertanah air. Tanah air yang sunggguh-sungguh milik kami dan harus kami pertahankan. Bangsa tanpa tanah air seperti pohon tanpa akar, tanpa pijakan (1)

Bung Karno pernah berkata, perjuangan melawan penjajah Belanda lebih ringan daripada perlawanan yang harus dihadapi oleh generasi setelah kemerdekaan karena harus berhadapan dengan bangsanya sendiri. Apa yang dikatakan Bung Karno tersebut cukup tepat untuk menggambarkan keadaan di Kepulauan Aru saat ini. Masyarakat Kepulauan Aru harus berjuang melawan bangsanya sendiri untuk menegakkan hak atas tanah adat dan hutan mereka. Paradoks di era kemerdekaan dengan kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi melawan kekuatan kapital.
baca selengkapnya…

“Perang Suci”. Inilah buku yang cukup baik untuk mengetahui latar belakang dan situasi kala Perang Salib berlangsung. Buku karya Karen Amstrong ini sangat baik dalam membeberkan situasi sosial, politik, dan ekonomi kala Perang Salib berlangsung beserta dogma-dogma yang berkembang saat itu. Tentu saja, Tuhan transenden dijadikan “kambing hitam” atas berlangsungnya perang yang penuh darah tersebut meskipun motif ekonomi jadi latar belakangnya.

Tak hanya Perang Salib, banyak juga perang-perang lainnya yang terjadi akibat hasrat untuk menjadikan “Tuhannya” adalah paling benar. Padalah jelas sekali, sependapat dengan Gus Dur, sejatinya Tuhan itu bisa melakukan apa pun sekehendak-Nya. “Tuhan kok dibela. Tuhan itu Maha Segalanya,” begitu kata Gus Dur.
baca selengkapnya…

Sumber: jakaawaludin.blogspot.com

KOMPAS.com — Tahukah Anda bahwa di Islandia, kelab malam yang menampilkan penari perempuan tanpa busana dilarang beroperasi? Di Swedia, ada aturan perundangan yang mengatur perlindungan terhadap perawatan anak. Bandingkan dengan 297 juta perempuan dewasa dan anak-anak perempuan Afrika yang kekurangan akses sanitasi sehingga 107 juta di antara mereka bahkan tidak mampu ke toilet sama sekali (hasil survei WaterAid untuk memperingati World Toilet Day pada 19 November 2012).

Di beberapa negara, perempuan mungkin masih berusaha keras untuk memperjuangkan haknya. Namun, 10 negara di bawah ini memperlakukan perempuan dengan istimewa sehingga perempuan mendapatkan banyak keuntungan.
baca selengkapnya…