Richard Goldstone yang mewakili United Nations Fact Finding Mission on the Gaza Conflict pada Sesi ke-12 Dewan Hak Asasi Manusia (29 September 2009) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, impunitas di Timur-Tengah sudah terjadi sejak lama. Ketiadaan akuntabilitas atas pidana perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan memungkinkan peristiwa serupa terulang kembali. Ketiadaan keadilan semakin melemahkan proses perdamaian dan mendorong terjadinya kekerasan serupa. Kondisi demikian terjadi secara repetitif akibat adanya impunitas karena hal tersebut menjadi instrumen pembenarannya.

Pernyataan Goldstone di atas sangat relevan dengan situasi terakhir konflik Palestina-Israel yang kembali membara sejak dua pekan lalu. Beragam bentuk kekerasan terjadi yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dari kalangan sipil. Dari berbagai laporan media massa, per 19 Desember 2023, jumlah korban jiwa akibat konflik yang sekarang terjadi mencapai hampir lima ribu orang. Jumlah ini akan meningkat seiring belum adanya tanda-tanda terjadinya de-ekskalasi konflik di antara dua pihak yang berseteru tersebut.

Sikap diam mayoritas masyarakat internasional menggambarkan adanya dualism dalam melihat konflik internasional. Pertama, sangat responsif ketika kekerasan terjadi di negara sekutu mereka. Kedua, cenderung masa bodoh jika kekerasan dialami negara bukan sekutu. Ini tercermin dari sikap Amerika Serikat dan Uni Eropa beserta koalisinya dalam memandang peristiwa yang terjadi di Ukraina dan Palestina. Negara dan organisasi regional yang selama ini berbicara lantang tentang hak asasi manusia (HAM), ternyata menutup mata atas penderitaan rakyat Palestina.

Sikap diam ini merupakan bagian dari impunitas yang Goldstone sampaikan di Dewan HAM PBB pada 14 tahun silam. HAM masih dimaknai secara parsial dan temporal, tergantung konteks politik serta kepentingan suatu negara atau organisasi internasional. HAM masih belum menjadi suatu platform kebijakan yang berlaku untuk semua tanpa memandang identitas politik, sosial, dan kultural korban kekerasan. Apa yang terjadi di Palestina dan Ukraina hari ini merupakan penegasan dari conudrum kebijakan luar negeri terhadap isu HAM yang sangat subyektif.

Banyaknya pernyataan keprihatinan yang disampaikan oleh banyak kepala negara/pemerintahan terhadap situasi di Palestina tidak lah cukup untuk mencegah jatuhnya korban jiwa lebih banyak lagi. Masyarakat internasional harus bergerak lebih jauh lagi melalui mekanisme multilateral, baik dalam skala internasional maupun regional. Aksi brutal tentara Israel harus segera dihentikan, termasuk provokasi Hamas yang bisa memicu konflik lebih dalam lagi. Penggalian alternatif penyelesaian masalah impunitas perlu dilakukan meskipun harus mengabaikan mekanisme PBB karena berpotensi mendapatkan veto.

Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk mengakhiri ragam impunitas di Timur-Tengah, khususnya terkait masalah konflik Palestina-Israel. Pertama, Dewan HAM PBB perlu mendesak Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court-ICC) untuk segera mengambil keputusan terkait investigasi atas dugaan terjadinya the most serious crime di Palestina. Langkah ini sangat strategis mengingat Palestina menjadi pihak yang melakukan aksesi terhadap Statuta Roma sehingga memunyai legal standing untuk beperkara di pengadilan pidana internasional.

Indonesia sebagai ketua Dewan HAM PBB perlu untuk segera mengagendakan suatu forum konsultasi dengan ICC terkait penyelidikan kekerasan di Palestina. Posisi strategis sebagai Ketua Dewan HAM PBB harus dioptimalkan untuk mengakhiri impunitas yang terjadi, khususnya terkait kekerasan di Palestina. Tanpa ada upaya mengakhiri impunitas, kekerasan yang terjadi sebagai imbas konflik Palestina-Israel akan terus bertambah.

Konsultasi antara Dewan HAM PBB dengan ICC menjadi sangat penting agar proses perdamaian di Kawasan Timur-Tengah bisa membuahkan hasil. Setidaknya, tidak ada alasan pembenar untuk terus melakukan kekerasan secara sistematis dan meluas terhadap warga sipil Palestina maupun Isareal. Aksi ini sangat penting mengingat Jaksa ICC bisa dengan singkat menetapkan Presiden Vladimir Putin dan Komisaris Hak Anak Maria Alekseyevna Lvova-Belova sebagai tersangka kejahatan perang dalam kasus penculikan anak-anak Ukraina. Hanya dalam kurun waktu satu tahun, ICC sudah mengambil sikap yang mana hal tersebut bertolakbelakang dengan penyelidikan kejahatan di Palestina.

Kedua, organisasi regional yang semakin mendapatkan peran memadai dalam politik internasional perlu mengambil tindakan nyata dengan melakukan embargo atau blokade ekonomi terhadap Israel. Embargo atau blokade ekonomi ini sangat penting agar Israel tak lagi melakukan abuse of power terhadap penduduk Palestina. Kebijakan blokade ekonomi Uni Afrika pada 1997 terbukti efektif menghentikan kekerasan di Sierra Leone. Perluasan tanggung jawab untuk mengakhiri impunitas hingga ke level regional berdasarkan pengalaman tidak efektifnya mekanisme PBB akibat veto anggota tetap Dewak Keamanan PBB.

Blokade atau embargo ekonomi ini perlu didorong oleh Indonesia melalui ASEAN. Indonesia sebagai Ketua ASEAN perlu memanfaatkan posisi strategis ini untuk memimpin pelaksanaan blokade atau embargo ekonomi terhadap Israel. Hal ini penting mengingat hampir semua negara anggota ASEAN melakukan aktivitas ekonomi dengan Israel meskipun beberapa di antaranya tidak memunyai hubungan diplomatik. Ini sangat penting untuk menegaskan adanya transformasi di tubuh ASEAN ketika berhadapan dengan persoalan the most serious crime.

Dua hal di atas merupakan aspek penting ketika hendak mengakhiri impunitas di Palestina. Ungkapan keprihatinan, penyesalan, maupun kutukan paling keras pun tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Bahkan, sebanyak apa pun bantuan kemanusiaan juga tidak akan bisa mengakhiri penderitaan warga Palestina yang setiap harinya di bawah bayang-bayang ketakutan.

Februari 2024

Tinggalkan komentar