Archive for the ‘Arbiter’ Category

Cerita dari Kampus: Sakit (5)

Posted: 21 September 2019 in Arbiter

berapa-slide1

Selama bisa sakit, seseorang berarti manusia sejati. Begitu pula dengan mahasiswa. Mereka juga mahkluk yang bisa sakit. Baik yang benar-benar sakit maupun “jadi-jadian”.

“Mas, lusa malam, saya gabung dengan Dulgemuk untuk belajar bersama,” ujar Paiman.

(lebih…)

Cerita dari Kampus: Menjadi Legenda (4)

Posted: 15 September 2019 in Arbiter

Takut 66, Takut 98

Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
1998

Karya: Taufiq Ismail

Gamang. Itulah potret mahasiswa zaman now. Mereka gamang karena bak disuguhi buah simalakama atau duri dalam daging. Bersetia dengan kata hati atau “mencari aman”.

Suasana seperti ini tentunya membingungkan sang dosen unyu-unyu ini. Sang dosen bukan lah Tuhan yang selalu benar. Si mahasiswa juga bukan lah robot yang mudah diatur. Sayangnya, nalar kritis ini “mati” ketika dihadapkan dengan rangkaian huruf A, B, C, D, dan E di evaluasi semester.

(lebih…)

Cerita dari Kampus: Gagal Nge-Trik (3)

Posted: 15 September 2019 in Arbiter

59996948-laptop-with-error-screen

Seorang mahasiswa dengan semangat hendak berkonsultasi terkait pekerjaan yang sudah dilakukannya. Penuh semangat dan sangat antusias. Seolah-olah pertemuan dengan dosen unyu-unyu ini bakal hasilkan pencapaian besar.

“Tapi belum selesai mas. Saya belum kerjakan semua, hanya sebagian kecil saja yang sudah,” katanya dengan membabi-buta.

(lebih…)

IMG-20190906-WA0014

Seorang dosen tak cukup hanya punya skill mengajar dan membimbing mahasiswa dengan baik. Juga tak cukup hanya mengandalkan otoritas yang dimilikinya untuk menangani “ide kreatif” mahasiswa. Perlu juga menyelami pernak-pernik dunia mahasiswa agar tak jatuh di lubang yang sama.

Penggunaan otoritas sebagai dosen hanya akan melahirkan ketakutan, bukan penghormatan. Dosen juga dituntut untuk bisa melakukan counter attack atas intrik dan trik yang dilakukan mahasiswa. Ini bisa dianalogikan dengan pemikiran Macvhiavelli terkait kekuasaan dalam bukunya yang berjudul Il Principe. “Seorang pemimpin sebaiknya dihormati. Jika tidak bisa, harus ditakuti agar rakyatnya tunduk,” tegas Bapak realisme politik ini.

(lebih…)

putus-dulu-duluan-punya-pacar-759x500

Kampus tampak lengang dan senja mulai datang. Sejumlah mahasiswa masih asyik berdiskusi mengenai rencana aktivitas mereka. Entah mereka hendak beraktivitas apa. Tampak sangat serius sekali.

Sebagai dosen yang unyu-unyu, saya pun ikut nimbrung dengan mereka. Sebentar saja. Namun, tiba-tiba dua mahasiswa menghampiri dengan wajah penuh tanya. Niat sebentar saja akhirnya tak tercapai.

(lebih…)

nzabonimana

Beberapa hari yang lalu linimasa FB memuat tulisan Denny Siregar yang dibagikan oleh seorang teman tentang Rwanda dan Partai Komunis Indonesia. Saya membacanya sekilas dan sudah tahu maksudnya. Ternyata, tulisan tersebut tidak bersumber dari data, hanya asumsi belaka. Silakan jika Bung Denny tak sepakat dengan tanggapan saya ini, terbuka untuk kritik tanpa harus nyinyir. Saya benci dengan sikap nyinyir oleh pihak mana pun. Silakan dikritik, koreksi, atau apa pun tulisan ini. Tentunya, tanpa harus nyinyir. Data vs data. Ok?

Terkait tulisan perbandingan antara Rwanda dengan Indonesia. Tulisan yang disajikan hanya menggampangkan masalah tanpa melihat proses yang mengikutinya. Bung Denny Siregar dengan gamblang menyebut, “Tahun 2014, Rwanda memperingati 20 tahun genosida itu. Menarik bahwa Rwanda tidak pernah mempermasalahkan “siapa yang benar dan siapa yang salah” pada waktu genosida itu. Mereka hanya menyesalkan ‘tragedi kemanusiaannya’”. Dari rangkaian tulisan tersebut, saya mendapat kesan bahwa Rwanda telah menuntaskan masalah genosida yang pernah mereka alami dengan sembuh sendiri. Apa benar?

baca selengkapnya…

fzsvtl3

Salah satu oli terbaik bagi kapitalisme, yakni rasisme. Rasisme dengan berbagai topeng kebencian pada dasarnya merupakan alat bagi pemilik kapital untuk melindungi cengkeraman yang tengah berlangsung. Mereka gunakan isu rasisme untuk menciptakan “liyan” bagi yang berbeda dan hendak meruntuhkan logika tersebut.

(lebih…)