Posts Tagged ‘pancasila’

Hantu komunisme berpotensi bangkit. Itulah wacana yang saat ini sedang dibangun oleh penguasa. Orang-orang yang mengenakan segala atribut yang mengandung unsur komunis (palu-arit) ditangkap. Bahkan, lambang komunitas pecinta kopi pun juga jadi sasaran. Barangkali, palu untuk memaku dan arit buat potong rumput yang kita simpan di rumah perlu juga untuk disembunyikan. Kalau perlu, dikubur di halaman rumah karena keduanya mengandung unsur lambang komunisme, palu dan arit.

Berbagai buku tentang pemikiran Karl Marx, Lenin, dan tokoh-tokoh komunis lainnya sedang dicari aparat keamanan untuk disita. Buku tentang sejarah gerakan komunis di Indonesia atau segala sesuatu terkait Partai Komunis Indonesia juga alami hal serupa. Tak ketinggalan pula buku yang halaman depannya bergambar palu-arit juga jadi sasaran penyitaan. Untuk itu, bersegeralah membeli buku-buku tersebut sebelum hilang dari peredaran. Anggap saja investasi karena siapa tahu harganya bakal selangit di kemudian hari karena langka dan tak diproduksi lagi.
baca selengkapnya…>

When I gave food to the poor, they called me a saint. When I asked why the poor were hungry, they called me a communist.” Dom Helder Camara

Merebaknya aksi terorisme dan penculikan atas dasar ideologi membangkitkan kembali semangat untuk ber-Pancasila. Semangat untuk menemukan jati diri sebagai suatu bangsa dengan acuan Pancasila yang menurut banyak pihak mulai ditinggalkan. Ber-Pancasila untuk menemukan kembali semangat ke-Indonesia-an yang utuh, berkarakter, dan berintegritas. Bukan sekedar doktrin membabi-buta dengan penafsiran tunggal seperti saat rezim Suharto berkuasa.

Fenomena Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah (NII KW) IX membuat negeri ini gelisah. Banyak anak muda kehilangan arah dan hilang akibat hasutan dari pelaku “teror” ideologi ini. mereka hilang, bukan hanya sekedar ideologi saja, dari peradapan, diculik atas nama ideologi. Begitu juga aksi terorisme, tindakan ini telah timbulkan kekacauan, bahkan jatuh korban jiwa. Dua contoh tersebut memunculkan konklusi: pendidikan Pancasila harus kembali digalakkan pada semua jenjang. Konklusi ini lahir karena porsi pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan menurun.
baca selengkapnya…

Soekarno menuturkan itu dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Bung Karno juga bercerita, tempat menyendiri yang paling dia gemari adalah di bawah pohon sukun (Artocarpus communis) yang menghadap ke laut.

Dari perenungannya, Bung Karno menyadari bahwa semangat untuk meraih kemerdekaan tidak bisa berhenti. Namun, tak bisa lepas dari kehendak semesta.

Rumah beratap seng di Jalan Perwira, Ende, menjadi saksi bisu keberadaan Soekarno di Ende, 75 tahun silam.

Di dalam rumah itu tersimpan sejumlah barang peninggalan Soekarno. Dalam sebuah lemari kaca ada dua tongkat kayu yang biasa dibawa Soekarno. Salah satunya ada kepala monyet di ujungnya. Tongkat itu biasa digunakan Bung Karno ketika berbicara dengan penguasa kolonial, sebagai bentuk satire.
baca selengkapnya….

Pola dan proses pembangunan ekonomi di suatu negara ditentukan oleh dua macam faktor, yakni internal dan eksternal. Untuk faktor-faktor internal terdiri dari: kondisi fisik, lokasi geografi, kuantitas dan kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia, kondisi awal ekonomi, social dan budaya, system politik, dan peranan pemerintah dalam ekonomi. Sedangkan factor eksternal terdiri dari : perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, dan keamanan global.

Pada negara-negara yang baru merdeka pasca Perang Dunia II, tahun-tahun pertama merupakan periode yang sangat kritis. Indonesia pun sempat mengalami keadaan seperti itu. Selain kondisi politik di dalam negeri yang tidak mendukung; keterbatasan akan factor produksi mulai dari kualitas SDM, modal, teknologi, hingga kemampuan pemerintah dalam menyususn rencana dan strategi pembangunan yang baik juga masih menjadi kendala untuk perekonomian Indonesia. Kecenderungan pemerintahan Sukarno yang dianggap berhaluan Komunis membuat Indonesia sulit untuk mendapatkan dana dari negara-negara Barat baik dalam bentuk pinjaman maupun penanaman modal asing. Padahal pada saat itu Indonesia benar-benar membutuhkan dana yang sangat besar dalam upayanya merekonstruksi ekonomi negaranya. Sebenarnya haluan politik yang agak berhaluan komunis (sejatinya adalah refleksi dari nasionalisme Indonesia) itu hanyalah meruapakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, anti imperialisasi, dan antikapitalis. Ketidakstabilan politik terus berlangsung hingga masa orde ini selesai ketika kudeta dari PKI berhasil digagalkan dan kemudian system ekonomi Indonesia menjadi berubah haluan dari pemikiran (cenderung) sosialis ke kapitalis.
baca selengkapnya…