Karpet Merah untuk Jokowi (2-Habis)

Posted: 6 Juli 2011 in Politik
Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Sumber: anisavitri.wordpress.com

“Tugas pemerintah untuk mengendalikan, bukan anti investasi. Ya, saya pro pengusaha, tapi pengusaha yang kecil-kecil” –Jokowi, @matanajwa

“Perseteruan antara Bibit Waluyo dengan Jokowi terkait pabrik es Saripetojo bisa dilihat dari dua aspek. Pertama, soal keberpihakan pada perekonomian rakyat. Kedua, dari perspektif historis. Dari perspektif keberpihakan, pembangunan mall sangatlah jauh dari ekonomi kerakyatan. Keberadaan mall atau pasar moder ini bisa mematikan perekonomian sekitar. Apalagi di sekitar pabrik es tersebut terdapat pasar tradisional yang menyokong hajat hidup warga setempat. Keberadaan mall dapat membunuh mekanisme yang sudah berjalan.

Trickle down effect yang biasa jadi kerangka acuan sullitlah terwujud. Tak ada makan siang gratis. Tak ada yang menetes dengan Cuma-Cuma dari aktivitas ekonomi di mall yang hendak dibangun tersebut. Andai pun ada, dampaknya tak sebesar kerusakan ekonomi yang bakal diderita warga. Contohnya Jakarta. Banyaknya mall di ibukota ini berdampak pada ekonomi rakyat. Banyak warung yang sebelumnya ramai pembeli tiba-tiba sepi karena harga yang ditawarkan di mall lebih murah. Bagaimana pun juga, prinsip ekonomi tetap dipegang teguh oleh calon pembeli. Hukum pasar ini tak bisa ditawar lagi, sudah jadi harga mati. “Kalau yang gedhe-gedhe itu saja dibiarkan saja. mereka bisa hidup sendiri,” terang Jokowi seperti yang ada dalam catatan akun twitter @matanajwa.

Kebiijakan yang diambil Jokowi untuk melindungi pengusaha kecil ini sangat tepat. Memang, secara finansial tak begitu besar keuntungannya. Namun, secara sosial, proteksi terhadap pengusaha kecil yang ada dalam pasar tradisional tersebut bisa jadi payung dari jurang kemiskinan. Semua dapat merasakan hasilnya, bukan segelintir orang saja. Hukum piramida Parreto dalam hal ini berlaku. Sebanyak 20 persen dari total modal yang bakal keluar di mall tersebut, jika dibangun, dari masyarakat biasa. Sebaliknya, 20 persen keuntungan yang didapat harus dibagikan kepada 80 persen masyarakat. Untung 80 persen hanya dinikmati 20 persen mereka yang menanamkan modalnya. Masyarakat hanya dapat sisa saja, tanpa bisa berperan lebih banyak lagi.

“Supermaket kecil yang sudah ajukan (izin) ada 80-an, itu dua tahun lalu. Tahun lalu ada 20-an. Saya katakan stop, sudah itu, 12 sudah cukup,” kata Jokowi dalam catatan @matanajwa.

Dari perspektif historis, penghancuran pabrik es Saripetojo sama halnya meleburkan sejarah ingatan warga Solo. Tak hanya itu saja, juga menghapus identitas warga Solo atas keberadaan parik tersebut. Memang, secara nilai guna kurang memberi arti, tapi parbrik es Saripetojo merupakan bagian integral dari masyarakat. Sejarah, ingatan, dan harapan warga Solo banyak terdampar di pabrik yang dibangun pada 1888 ini. Seorang teman langsung memberi respon kaget ketika mendengar pabrik es ini hendak dihancurkan untuk mall. “Pabrik es tersebut sudah ada sejak lama. Masa kecil saya banyak tersimpan di sana,” ujarnya.

Pabrik es Saripetojo telah menemani warga Solo dari berbagai generasi. Keberadaannya tak hanya seonggok bangunan tua yang hanya hasilkan keuntungan minim. Bukan sekedar bangunan. Memori dan harapan warga sekitar sudah melekat dalam pabrik tersebut. Merobohkan bangunan Saripetojo sama halnya leburkan identitas kolektif masyarakat. Artinya, menghancurkan ingatan secara lintas generasi akibat keserakahan modal.

Seiring berjalannya waktu, perseteruan ini menemui titik temu. Kedua pemimpin ini bertemu empat mata guna membicarakan persoalan Saripetojo ini. kesepakatan pun diperoleh. Penghancuran pabrik es dihentikan sementara dan pembangunan mall ditangguhkan. Semua itu menunggu hasil kajian kesejarahan institusi yang berwenang. Apakah penghancuran pabrik es Saripetojo tersebut tetap dilanjutkan atau tidak. Arogansi Gubernur Jateng pun untuk sementara berhenti dengan kesepakatan ini mengingat masyarakat Solo sangat marah dengan pernyataannya kepada Jokowi.

Namun, kesepakatan ini membuka peluang pembangunan mall bilamana hasil kajian menyatakan pabrik es Saripetojo bukanlah bangunan cagar budaya. Di sini, konsistensi Jokowi diuji. Apakah ia tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk berpihak pada pengusaha kecil atau tidak. Jika Jokowi tetap memegang teguh prinsipnya, apresiasi sangat tinggi layak diberikan untuknya. Karpet merah siap menghantarkannya untuk jadi pemimpin yang benar-benar berpihak pada rakyat. (Habis)

Referensi:
http://edisicetak.solopos.com/berita.asp?kodehalaman=h01&id=116846
http://harianjoglosemar.com/berita/gubernur-pendirian-mal-jalan-terus-46926.html
http://sosial.timlo.net/baca/11312/gubernur-bibit-nekad-bangun-mall-saripetojo
http://www.harianjoglosemar.com/berita/jokowi-dihina-solo-marah-besar-47425.html
http://jateng.tribunnews.com/2011/07/06/bibit-dan-jokowi-bertemu-di-semarang
http://edisicetak.solopos.com/berita.asp?kodehalaman=h01&id=117841

Tinggalkan komentar