Posts Tagged ‘Hutan’

Para perempuan miskin di Desa Reni, India utara, melawan kontraktor swasta dan pemerintah yang menebangi hutan.

SEJAK berabad-abad, penduduk desa di India, terutama di wilayah perbukitan dan pegunungan, menggantungkan hidup pada hutan. Hutan menyediakan makanan, bahan bakar, pakan ternak, serta menjaga kelangsungan sumberdaya tanah dan air. Kekeselarasan dengan alam sangatlah penting. Hutan adalah segala-galanya.

Tapi, pada 1821, secara bertahap kendali atas wilayah hutan beralih ke tangan pemerintah. Perlawanan pun muncul. Pada 1916, para pejabat Inggris bingung atas “pembakaran rumah yang disengaja dan terorganisasi” oleh orang-orang dari Kumaon karena pembukaan hutan untuk kepentingan komersial tapi juga kehilangan hak-hak tradisional mereka. Terjadi pemogokan terhadap utar (kerja paksa). Hutan-hutan pinus dibakar di seluruh Kumaon, terutama di Almora.

Protes atas kebijakan hutan, yang bertentangan dengan kepentingan lokal, berlanjut setelah kemerdekaan. Puncaknya terjadi pada 1970-an dengan Gerakan Chipko.

Pelopornya adalah Chandi Prasad Bhatt, pekerja sosial yang menganut ajaran Mahatma Gandhi. Dia membentuk Dasholi Gram Swarajya Mandal (DGSM) di Gopeshwar pada 1964 untuk membangun kewirausahaan dan kemandirian dengan membangun usaha kecil yang memanfaatkan sumberdaya hutan. Pada akhirnya mereka berhadapan dengan para kontraktor yang hendak mengeksploitasi hutan. Mereka mulai bertekad untuk memperjuangkan hak-hak hutan. Mereka melancarkan gelombang protes. Banjir bandang di Alaknanda pada 1970 mendorong mereka terus memperkeras aksi. Pada 1972 mereka melakukan demonstrasi di Purola, Uttarkashi, dan Gopeshwar. Upaya itu gagal. Mereka terpaksa mencari cara baru.
baca selengkapnya…

Harapan

Posted: 20 Mei 2010 in Arbiter
Tag:, , ,

Bagi orang kebanyakan, hutan belantara bukanlah tempat hidup yang penuh dengan kenyamanan. Di sana hanya ada sunyi, sepi, dan hening. Tak ada keramaiandengan hingar-bingar manusia dan segala pernak-perniknya. Pohon menjulang tinggi. Dedaunan nan hijau, dan bintang yang bercahaya dengan terang lah yang menemani. Namun, belantara senyap itu bukanlah neraka bagi sepasang manusia yang sudah berusia lanjut ini, Mbah Saiman dan Mbok Puryanti. Belantara adalah surga yang memberikan keheningan di antara hiruk-pikuk manusia dengan segala kesibukannya.

Sepasang anak manusia ini hidup di tengah belantara sebagaimana kakek-nenek moyang mereka mengajarkan arti kehidupan. “Alam adalah rumahmu, tempat tinggal kita sejak sejarahmu diukir”. Mereka pun tetap tinggal di hutan meskipun dunia di luar memberikan janji manis bak kembang gula kesukaan anak-anak. Tantangan kehidupan yang sulit bukanlah halangan untuk tetap tinggal dalam belantara tropis. Panas dan hujan adalah berkah yang akan terus memberi mereka kehidupan tanpa batas. Tentu saja, selama manusia yang mengaku dirinya modern itu tak mengeksploitasinya.
baca selengkapnya…